Pada tanggal 12 Juni yang lalu pemerintah Kota Bandung melakukan Soft Launching atau tepatnya sosialisasi awal rencana pelaksanaan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Hal ini seakan menunjukkan bahwa saat ini pemerintah Kota Bandung menyatakan komitmennya untuk melakukan reformasi terutama di bidang perizinan yang selama ini terkesan berbelit-belit, tidak transparan, dan sarat dengan KKN.
Apabila kita cermati rencana pelaksanaan Kota Bandung yang sedianya beroperasi pada bulan juli nanti bisa disebut terlambat. Inisiatif penyelenggaraan PPTSP secara nasional boleh dibilang telah lama munculnya, yaitu sejak pertengahan 2006 melalui Peraturan menteri Dalam Negeri Tahun nomor 24 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayana Terpadu Satu Pintu, sedangkan pemerintah Kota Bandung baru pada bulan juli nanti melaksanakan PPTSP ini. Pemerintah Kota Bandung juga bisa dibilang kurang responsive terhadap reformasi perizinan apabila dibandingkan daerah lain yang nota bene bisa dianggap “lebih terbelakang” dari Kota Bandung. Kota Cimahi, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sukabumi , Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Banjar misalnya telah menerapkan PTSP sejak awal 2007. Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Majalengka juga telah melaksanakan system pelayanan perizinan terpadu jauh sebelum Kota Bandung.
Yang menarik lagi dari lambannya responsivitas pemerintah Kota Bandung adalah bahwa secara hukum pelaksanaan PPTSP yang nantinya akan dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu satu Pintu (BPMPPT) seharusnya dilaksanakan sejak awal Januari tahun ini. Tepatnya setelah kelembagaan BPMPPT ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Bandung. Kenyataannya hingga saat ini PPTSP belum bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan. Memang benar bahwa pelaksanaan PPTSP perlu penyiapan yang matang, namun demikian adalah benar bahwa reformasi perizinan (jika Kota Bandung Konsisten untuk meningkatkan transparansi, reformasi birokrasi dan penghapusan KKN dalam perizinan) harusnya tidak bisa ditunda-tunda dengan alasan apapun. Karena penundaan pelaksanaan PPTSP berarti memberikan kesempatan yang lebih bagi para pihak-pihak yang selama ini berkepentingan dalam carut marutnya perizinan.
Kunci sukses pelaksanaan PPTSP adalah komitment Kepala Daerah dan jajarannya. Komitment ini bukan persoalan bagaimana seorang Kepala Daerah setuju dan mendeklarasikan keinginannya untuk membentuk PPTSP. Komitment yang sesungguhnya harus ditunjukan dengan langkah-langkah berani untuk melakukan perbaikan. Dalam konteks ini kita perlu mempertanyakan komitment pemerintah Kota Bandung untuk secara serius melaksanakan PPTSP. Fakta bahwa Kepala Daerah belum juga melaksanakan PPTSP setelah 6 bulan kelembagaannya ditetapkan, belum adanya upaya kepala daerah untuk meminta SKPD yang terkait dengan perizinan mendukung PPTSP, serta belum berhasilnya Kepala daerah menkonsolidasikan komitment SKPD untuk mensukseskan PPTSP adalah pertanda bahwa komitment sesungguhnya kepala daerah belum diimplementasikan dengan baik.
Ketidakseriusan Kota Bandung untuk melakukan reformasi birokrasi juga bisa dilihat bagaimana pemerintah memilih SDM dalam lembaga baru ini. Hal ini misalnya dapat dilihat dari komposisi pejabat yang saat ini mengelola BPMPPT, dimana masih banyak diduduki oleh orang-orang lama yang selama ini mengelola perizinan. Ini patut menjadi perhatian mengingat dalam konsep ideal sebuah reformasi perizinan, perubahan mindset pegawai dan komitment pejabat yang mengelola perizinan adalah kunci penting pemberantasan korupsi, sehingga memerlukan pejabat-pejabat yang bersih dari paradigma lama perizinan. Pemerintah Kota Bandung bahkan tidak melakukan seleksi atau screening khusus staf-staf yang nantinya mengelola perizinan. Dapat kita lihat misalnya hampir seluruh staf lama Kantor Penanaman Modal yang sejak dulunya mengelola Izin Gangguan, menjadi staf BPMPPT tanpa seleksi sekalipun. Staf-staf tambahan juga tidak dipilih secara khusus untuk memastikan bahwa BPMPPT hanya di kelola oleh staf-staf yang memiliki komitment terhadap perubahan budaya pelayanan.
Pertanyaan yang juga patut disampaikan adalah apakah BPMPPT Kota bandung sanggup melaksanakan PPTSP secara ideal dengan SDM yang sedemikian? Jawabanya mungkin bisa mungkin tidak. Tapi yang jelas fakta sekarang dimana BPMPPT mengelola hanya satu perizinan limpahan Kantor Penanaman Modal sebelumnya yaitu Izin Gangguan, prinsip-prinsip dasar PPTSP banyak dilanggar. Biaya-biaya illegal dalam izin gangguan masih menjadi keluhan bagi pemohon hingga saat ini, keramahan petugas dan profesionalisme petugas belum bisa ditunjukkan, apalagi pelaksanaan Pelayanan Prima masih jauh dari kenyataan. Bahkan kalau kita datang hari ini ke Kantor BPMPPT niscaya kita masih dapat melihat bagaimana calo-calo masih berkeliaran dan parahnya sebagian besar dari kalangan PNS. Tidak heran jika saat ini muncul banyak pesimisme terutama bagi kalangan yang selama ini terganggu kepentingannya dengan rencana pembentukan PPTSP. Pertanyaan yang sering muncul adalah: kalau BPMPPT saat ini mengelola 1 perizinan saja tidak “becus’ (baca: tidak sesuai dengan cita ideal PPTSP), bagaimana nantinya ketika badan ini mengelola seluruh perizinan yang ada di Kota bandung? Apakah dengan demikian pemerintah Kota bandung tidak sedang mengintegrasikan kepentingan perizinan dalam satu tangan atau lembaga tertentu? Alih-alih Pelayanan perizinan Terpadu Satu Pintu, pemerintah Kota Bandung membentuk Pusat Pungutan Terkoordinir Satu Pintu.
Citra pelayanan pemerintah dibangun berdasarkan komitment yang sungguh-sungguh untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat. Dalam konteks PPTSP citra penting yang mendasari adalah penyederhanaan sistem, transparansi, pemberantasan korupsi dan penerapan pelayanan prima sehingga memenuhi sepenuhnya harapan masyarakat akan kemudahan perizinan. PPTSP bukanlah ajang kontes untuk menunjukkan Gedung Megah, karyawan Cantik, dan penampilan layaknya perusahaan swasta. Sayang Kota Bandung lebih memilih menggunakan PPTSP untuk tujuan Kontes kecantikan ketimbang upaya sebenarnya mereformasi birokrasi perizinan. Hal ini dapat dilihat dari alasan bahwa belum dilaksanakannya PPTSP saat ini adalah karena belum selesainya gedung baru dan seragam belum ada. Pemerintah bahkan merogoh anggaran yang tidak sedikit untuk merenovasi gedung lama yang sebenarnya masih sangat representative jika didukung oleh pelaksanaan perbaikan system secara sungguh-sungguh dan penyiapan SDM secara serius. Dengan kontes seperti ini kita tidak bisa berharap perizinan ke depan bebas KKN, dan bisa menjadi lebih baik. Kita juga sulit untuk berharap memiliki kota yang tertib perizinan demi keteraturan kota dan masyarakatnya. Sudah sangat jelas di sekeliling kita munculnya kegiatan usaha, gedung-gedung, bahkan barisan reklame yang menyalahi tata ruang kota. Dan kita yakin bahwa ini terjadi karena perizinan bisa diperjual belikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. (Bandung, 13 Juni 2008,Moch. Mustafa (Peneliti dan fasilitator B_Trust))
Bu Hetifah tolong bantu sekolahkan 8 anak saya. Saya orang susah. Mau makan aja sulit. Suami saya kerja serabutan.
Gimana cara mendaftar beasiswa untuk anak saya masih kelas 1 sd bersekolab di sd. 002 sambutan samarinda ilir kel. Sungai kapih
saya ingin mendapatkan beasiswa hetifah