Era digital dewasa ini ternyata telah dimanfaatkan oleh sejumlah perpustakaan di seluruh dunia untuk membuat
e-library.
E-library atau perpustakaan digital merupakan perpustakaan di mana sebagian besar sumber informasinya terdapat dalam format digital, yakni format mikro film atau melalui komputer.
Perpustakaan digital berbeda dengan perpustakaan konvensional. Dalam perpustakaan konvensional, data, dokumen, atau buku masih tersimpan di rak-rak yang tersedia sesuai kategori. Untuk mencari data, mereka yang ingin mencari buku yang ingin dibaca harus mencari lewat katalog yang tersedia berdasarkan judul buku atau nama pengarang. Sementara dengan perpustakaan digital, mereka bisa langsung mengakses melalui komputer. Namun demikian perpustakaan digital seringkali dipahami dalam arti yang sangat sempit, yaitu perpustakaan yang hanya menggunakan fasilitas komputer sebagai alat untuk memberikan pelayanan. Apa yang dilakukan oleh perpustakaan pada dua dasa warsa yang lalu—yang sering disebut sebagai automasi—berbeda dengan perpustakaan digital.
Spanduk seminar perpustakaan digital yang digagas perpustakaan nasional. Perpustakaan digital merupakan langkah maju. Namun perpustakaan konvensional juga perlu dibenahi.
Perpustakaan digital lebih menekankan pada koleksi digital. Lalu perpustakaan ini dapat diakses selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, baik di dalam perpustakaan maupun jarak jauh, tanpa kita harus datang ke perpustakaan secara fisik. Tidak kalah penting adalah adanya jaringan antar perpustakaan itu sendiri.
Setidaknya itu dikatakan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI Dra. Hj. Sri Sularsih, Msi dalam “Seminar Pembangunan Perpustakaan Digital Nasional” di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada 22 Juli 2010 yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selain rombongan dari Perpustakaan Nasional dan Kementerian Pendidikan Nsaional (Kemendiknas), turut hadir para anggota DPR RI dari Komisi X yang memang menangani masalah perpustakaan. Siang itu nampak hadir wakil dari Komisi X, yakni Prof. DR. H. Mahyuddin NS, SPOG., Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP, Ir. Rully Chairul Azwar, MSi., Eko Hendro Purnomo, Dedy Gumelar, dan Dr. Reni Marlinawati.
Menurut Dr. Ir. Hetifah, MPP., yang hadir di seminar ini, gagasan membuat perpusataan digital sangat menarik dan memang merupakan langkah yang mau tidak mau harus dilakukan. Namun begitu, pihak Perpustakaan Nasional RI harus memikirkan juga agar semua instansi bisa memanfaatkan ini dan memikirkan mereka yang belum bisa mengakses internet.

“Dengan begitu, program ini bisa berjalan dengan baik dan tidak hanya menghambur-hamburkan uang,” ujar Hetifah. "Sebab, program ini cukup bagus. Kalau kita (Indonesia-
pen) ketinggalan juga dari negara-negara lain juga tidak bagus. Jangan sampai anak-anak nantinya mengakses perpustakaan dari mancanegara ketimbang perpustakaan dari milik kita. Asal, ya itu tadi, jangan sampai sia-sia. Sudah dibuat, tapi tidak ada evaluasi."
Seperti kita ketahui, dalam perpustakaan konvensional, pembaca harus datang ke perpustakaan untuk mendapatkan sumber informasi yang dibutuhkan. Tetapi dalam perpustakaan digital, justru perpustakaan yang datang ke pemakai melalui jaringan internet. Selain itu, dengan adanya jaringan perpustakaan (secara maya) maka lebih banyak perpustakaan yang dapat dimanfaatkan.
Tidak kalah penting dalam jaringan tersebut adalah adanya resource sharing (berbagi sumber informasi untuk pemakai dari berbagai lembaga serta adanya sambungan ke sumber-sumber informasi tertentu dalam jumlah banyak (
linking). Sumber-sumber informasi dalam dunia maya perpustakaan digital dapat selalu diperbarui oleh pustakawan dengan cepat sehingga informasi yang disajikan selalu baru. Demikian pula sumber informasi yang ditawarkan oleh penerbit secara online juga selalu diperbarui dalam waktu yang sangat cepat dan real time. Selain itu, format-format baru sumber informasi juga dapat diwadahi dalam perpustakaan digital ini.
Penelusuran yang dilakukan dengan katalog
online memungkinkan orang untuk menelusur informasi dari jarak jauh dan tidak harus datang ke perpustakaan, sehingga bisa menghemat waktu pemakai. Dengan perpustakaan digital maka layanan tidak pernah tutup -kecuali aliran listriknya mati-, karena semua sumber informasi dapat diakses dalam 24 jam 7 hari seminggu tanpa harus ditunggui oleh petugas perpustakaan.
”Jangan lupa pula,
e-library ini harus melibatkan peran serta ilmuan dan budayawan dalam pemanfaatkan
e-library ini,” ujar Hetifah. ”Mereka kita butuhkan dan pasti memberikan kontribusi yang sangat besar dalam content di
e-library ini.”
Gagasan perpustakaan digital diawali pada tahun anggaran 2008, dimana pemerintah secara resmi memulai program pembangunan Perpustakaan Digital Nasional. Tujuan untuk mepromosikan pemahaman dan kesadaran antarbudaya dalam lingkup nasional, menyediakan sumber belajar, mendorong ketersediaan bahan perpustakaan dan informasi yang mengandung nilai budaya setempat (
local content). Sebagai bagian dari koleksi digital ini dapat diakses secara cepat, akurat dan merata oleh pemustaka melalui internet, terutama untuk mendukung penelitian ilmiah.
Dalam melaksanakan amanat UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Ayat-ayat dalam UU No. 43 tahun 2007 menyatakan dengan jelas bahwa Perpustakaan Nasional mempunyai kewajiban untuk mengelola bahan perpustakaan yang merupakan sumber informasi dalam format digital yang merupakan bagian dari pusaka digital bangsa Indonesia, baik dalam menjamin ketersediaannya maupun akses bagi masyarakat terhadap pusaka tersebut.

Perpustakaan Nasional RI memulai program Pembangunan Perpustakaan Digital Nasional, yaitu jaringan perpustakaan berskala nasional, yang beranggotakan berbagai jenis perpustakaan di Indonesia. Berbagai perpustakaan yang tergabung dalam jaringan tersebut akan bekerjasama dalam menyediakan sumber informasi dalam format digital, menyediakan akses digital ke berbagai jenis koleksinya dan menyelenggarakan layanan digital untuk dapat dimanfaatkan secara bersama dalam rangka memenuhi kebutuhan pemustakanya.
Membangun perpustakaan digital akan dapat menghemat biaya yang besar pada akhirnya. Namun perlu diingat bahwa untuk membangun sebuah perpustakaan digital dibutuhkan biaya yang cukup besar terutama untuk penyediaaan sarana dan prasarana perpustakaan digital.
Hetifah berpesan, ketika nantinya perpustakan digital diimplementasikan, pihak Perpustakaan Nasional harus melakukan evaluasi yang terus menerus. Jangan sampai program yang bagus ini akan menjadi sia-sia. Seperti kita ketahui, eksistensi perpustakaan konvensional di banyak dearah di Indonesia ini saja masih memprihatinkan. Selain karena masih kurangnya minat baca masyarakat, juga karena tidak adanya evaluasi dari pihak terkait.
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Noviani ananda sasmito dari SN 013 balsel ko Ndax dpt pip bu mohon penjelasan ny trima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh...selamat malam bunda hetifah,setiap artikel bunda selalu saya baca dan Masya Allah luar biasa ilmunya bunda,jadi pengen kembali untuk mengajar.dunia pendidikan memang benar benar luar biasa,,,semoga bunda selalu di beri kesehatan dan kelancaran dalam segala hal serta rezeki yang mengalir deras,sederas aliran bah.yang bisa selalu menebar manfaat untuk anak anak bangsa.wassalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh
Assalamualaikum apakah Masi bisa isi formulir pengajuan tahap ke 2 yah di daerah loa Janan ini?? Katanya batas ny cmn tanggal 22 sep tapi saya lupa isiin berkas ank saya gimana in