Mempersoalkan Metode Pendidikan Kewarganegaraan

Pujian Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengenai proses demokrasi di Indonesia yang dinilai cukup berhasil, tentu saja menggembirakan. Namun sesungguhnya, secara mikro, masih banyak hak dan kewajiban warga negara belum benar-benar dijalankan dengan baik. Hal ini membutuhkan bantuan pendidik untuk menanamkan kedewasaan warga negara dalam berdemokrasi. Dengan begitu, program-program pendidikan harus mengajarkan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Selama ini, para siswa memang mendapatkan pendidikan kewarganegaraan atau dikenal dengan mata pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Pada masa Orde Baru (Orba) bahkan kita wajib mengikuti mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan mengikuti penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Namun sayang, hal tersebut belum menjamin peserta didik mengyatai hak dan kewajiban mereka. “Orientasi lama pengajaran PPKn yang lebih menekankan kepatuhan peserta didik kepada negara sudah saatnya diubah ke arah pengajaran yang berorientasi pada penyiapan peserta didik menjadi warga negara yang kritis, aktif, toleran, dan mandiri,” ujar pengajar komunikasi politik dari Universitas Diponegoro Semarang, Adi Nugroho. Sebagaimana dikutip dari Koran Jakarta (Senin/15/11), bahwa di masa lalu, pendidikan demokrasi tidak berkembang. Hal tersebut bisa dicontohkan pada kasus PPKn yang seharusnya dikembangkan sebagai pendidikan untuk membentuk karakter bangsa, justru diabaikan. Sebagai pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter bangsa, seharusnya PPKn menerapkan pendekatan pendidikan multikultural (proses transformasi cara hidup menghormati, toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup dalam masyarakatnya yang plural). Selama ini ini metode pengajaran PPKn dilakukan dengan cara-cara indoktrinatif dianggap sudah tidak cocok lagi. Metode ini harus diganti dengan metode pembelajaran yang demokratis. Dengan begitu, guru dan murid menjadi mitra, bukan menjadi “bos” dengan “anak buah”. Murid akan menjadi kritis, tetapi guru tetap memiliki wibawa dalam menyampaikan penjelasan pada murid. Hal ini tidak cuma berlaku di bangku sekolah, tetapi juga di perguruan tinggi.

Hetifah Mendengar

Sampaikan aspirasi Anda

  1. Noviani ananda sasmito dari SN 013 balsel ko Ndax dpt pip bu mohon penjelasan ny trima kasih.

  2. Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh...selamat malam bunda hetifah,setiap artikel bunda selalu saya baca dan Masya Allah luar biasa ilmunya bunda,jadi pengen kembali untuk mengajar.dunia pendidikan memang benar benar luar biasa,,,semoga bunda selalu di beri kesehatan dan kelancaran dalam segala hal serta rezeki yang mengalir deras,sederas aliran bah.yang bisa selalu menebar manfaat untuk anak anak bangsa.wassalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh

  3. Assalamualaikum apakah Masi bisa isi formulir pengajuan tahap ke 2 yah di daerah loa Janan ini?? Katanya batas ny cmn tanggal 22 sep tapi saya lupa isiin berkas ank saya gimana in

Lihat semua aspirasi