Tak Usung Calon, Partai Menolak Dikenai Sanksi

Revisi Undang-Undang Pilkada Mulai Dibahas JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat terbelah dalam menyikapi pemberlakuan sanksi bagi partai yang tidak mengusulkan pasangan calon sendiri di pemilihan kepala daerah serentak. Dari total delapan fraksi, lima keberatan jika aturan itu dicantumkan dalam Undang-Undang Pilkada. Ketentuan sanksi tersebut tercantum dalam Pasal 40 Ayat 5 draf revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Sanksi berlaku bagi partai yang telah memenuhi syarat untuk mengusulkan pasangan calon, yakni 20 persen perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara dalam pemilihan umum DPRD, tetapi tidak mengusulkan calon sendiri. Sanksi yang diatur berupa larangan bagi partai yang bersangkutan untuk mengusulkan pasangan calon di pilkada periode berikutnya. Partai itu baru boleh mengusulkan pasangan calon dalam pilkada gelombang berikutnya. Kemarin, Jumat (15/4), revisi atas UU Pilkada resmi dibahas DPR dan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan. Hadir dalam rapat itu anggota Komisi II DPR, perwakilan Komite I Dewan Perwakilan Daerah, dan perwakilan pemerintah, yaitu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo. Dari total sepuluh fraksi, Fraksi Partai Hanura dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera berhalangan hadir. Poin yang mengemuka dari pandangan delapan fraksi, kemarin adalah penolakan terhadap aturan sanksi bagi partai yang tidak mengusung calon kepala daerah dalam pilkada serentak. Setidaknya lima fraksi meminta sanksi tersebut dipertimbangkan kembali. Kelima fraksi itu adalah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, Partai Nasdem, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kecuali Demokrat, kelima fraksi itu bahkan tegas meminta pasal tersebut dihapus. "Pemberian sanksi bagi partai politik yang tidak mengusung calon itu bertentangan dengan prinsip kebebasan dalam berdemokrasi. Demokrasi bukan hanya soal menentukan pilihan, melainkan juga untuk tidak menentukan pilihan," kata anggota Komisi II dari Fraksi PAN, Sukiman. Senada dengan Sukiman, anggota Komisi II dari Fraksi PPP, Amirul Tamim, menuturkan, sanksi bagi partai politik tidak lagi relevan setelah munculnya putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan calon tunggal. "Seharusnya tidak perlu diberi sanksi. Mencalonkan atau tidak mencalonkan itu hak konstitusional partai, bukan kewajiban. Partai pasti punya keyakinan politik tertentu, dengan menghitung situasi dan kondisi di lapangan," ujar Arif Wibowo dari Fraksi PDI-P. Sebagaimana diketahui, pemberlakuan sanksi bagi parpol yang tidak mengusung pasangan calon meskipun memenuhi syarat adalah konsekuensi dari pengalaman Pilkada 2015. Saat itu, di sejumlah daerah, bermunculan pasangan calon tunggal tanpa pesaing. Fenomena ini muncul karena parpol berbondong-bondong berkoalisi mendukung satu pasangan calon, alih-alih mengusung calon sendiri. Di antara penolakan fraksi-fraksi, Fraksi Partai Golkar merupakan salah satu yang mendukung pemberlakuan sanksi bagi partai politik. Menurut Hetifah Sjaifudian dari Fraksi Partai Golkar, pasal itu diperlukan untuk memastikan partai bertanggung jawab terhadap fungsi kaderisasi dan perekrutan politik. Didiskusikan Perdebatan tentang sanksi bagi partai masih akan didiskusikan dalam rangkaian pembahasan revisi UU Pilkada oleh panitia kerja (panja) yang resmi dibentuk kemarin. Pembahasan ditargetkan selesai dalam waktu 10-11 hari dan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR sebelum penutupan masa sidang keempat, 29 April. Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, pembahasan tentang sanksi harus dilakukan dengan hati-hati. "Bisa saja partai tidak mengusung calon karena beberapa hal, seperti tidak memiliki calon tepat atau sebagai strategi politik. Namun, di sisi lain, harus diingat, salah satu tugas parpol adalah mempersiapkan kader sebagai kepala daerah. Maka, seharusnya partai harus siap," kata Tjahjo Kumolo. Hal senada diucapkan Ketua Komisi II Rambe Kamarul Zaman. Ia mengatakan, aspirasi dari banyak fraksi akan dipertimbangkan. Selain mempertimbangkan penghapusan sanksi, dapat dibicarakan kemungkinan mengenakan sanksi dengan opsi lain. Selain aturan tentang sanksi bagi partai politik, isu penyetaraan syarat dukungan minimal bagi calon perseorangan dan partai juga mengemuka.(AGE)

Hetifah Mendengar

Sampaikan aspirasi Anda

  1. Assalamualaikum Bu. Mohon maaf Bu Izin menyampaikan terkait Honorer yang belum cukup masa kerja 2 tahun belum ada kejelasan kebijakan pemerintah daerah provinsi Kalimantan Timur dan sebahagian Guru Honorer di Kaltim sudah di Rumahkan. Semoga ada solusinya Bu.

  2. Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh,salam sehat selalu untuk ibu hetifah sekeluarga,nama saya Yulianto Bu saya warga kurang mampu yg mempunyai 2anak sekolah dasar Bu kenapa selama ini saya tidak pernah mendapatkan beasiswa untuk anak saya Bu, bagaimana caranya agar anak saya bisa mendapatkan beasiswa bu.mohon bantuan nya agar saya bisa mendaftarkan anak anak saya bu

  3. Assalamualaikum Bu,saya mau bertanya bagaimana caranya kalau saya ingin mengusulkan bantuan untuk anak sekolah,karena saya punya anak sekolah SD dan smp sedangkan yang smp akan lulus tahun ini,dan saya butuh biaya banyak buat dana perpisahan dan uang pendaftaran buat di SMK nanti,mohon di jawab y abu????

Lihat semua aspirasi